27 Apr 2017

HMI; Beban Sejarah dan Tantangan Masa Depan

Boestami Abdya
“Masa lalu tak bisa diraih kembali, kendati kita dapat belajar darinya‚ masa depan belum kita miliki tapi kita harus merencanakannya. Saatnya adalah sekarang. Yang kita miliki hanya hari ini”.– Charles Hummell

Faktanya, sejarah mencatat bahwa “kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dimulai dengan adanya kesadaran kolekif kaum muda dan semangat nasionalisme yang kuat dengan ditandai lahirnya organisasi Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908 dan ikrar kebangsaan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928”(Mulyadi P. Tamsil‚2016). 

Tak ubahnya sebuah pergerakan Himpunan mahasiswa Islam atau disingkat HMI‚ yang juga lahir atas dasar kesadaran mahasiswa tingkat pertama ialah Ayahanda Lafran Pane‚ dkk. Kesadaran ini tumbuh karena didasari pada ketauhidan baik secara personal maupun sosial. Dimana kondisi mahasiswa khususnya dan juga masyarakat pada umumnya kehilangan jati diri terhadap nilai - nilai KeIslaman dan KeIndonesia ketika itu. Sehingga‚ sejak awal berdirinya HMI mempunyai komitmen asasi yang disebut dengan dua komitmen asasi, yakni Pertama‚ Mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat bangsa Indonesia, yang dikenal dengan komitmen KeIndonesia/Kebangsaan, dan Kedua‚ Menjalankkan/Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam, yang dikenal dengan wawasan Keislaman/keumatan.

Maka, atas kondisi ini, Lafran Pane dan kawan - kawanya berinisitaif mendirikan organisasi kemahasiswaan yang berlabelkan Islam. Organisasi tersebut kemudian diberi nama Himpunan Mahasiswa Islam atau disingkat HMI. Meskipun pada waktu itu status ia sendiri adalah sebagai salah satu pengurus PMY, dengan mendirikan HMI, ia dibenci oleh kawan - kawannya di PMY dan bahkan kemudian dipecat dari anggota PMY. Ia dianggap sebagai pembangkang dan sosok yang akan mengancam keberadan PMY.

Menurut Lafran Pane, motivasi utama didirikannya HMI adalah sebagai berikut :
“… Sebagai alat mengajak mahasiswa - mahasiswa mempelajari, mendalami ajaran Islam agar mereka kelak sebagai calon sarjana, tokoh masyarakat maupun negarawan, terdapat keseimbangan tugas dunia - akhirat, akal - kalbu, serta iman - ilmu pengetahuan, yang sekarang ini keadaan kemahasiswaan di Indonesia diancam krisis keseimbangan yang sangat membahayakan, karena sistem pendidikan barat. Islam harus dikembangkan dan disebarluaskan di kalangan masyarakat mahasiswa di luar STI (Sekolah Tinggi Islam), apalagi PMY secara tegas menyatakan berdasarkan non-agama…” (Saleh, 1996).

Rekaman serpihan sejarah ini sengaja diangkat untuk menggambarkan betapa tidak mudah mengembangkan tradisi intelektual. Namun demikian, sisi yang lain melukiskan betapa penting tradisi tersebut dijaga, dirawat, dikembangkan, dan dibangkitkan secara terus - menerus dalam dinamika kehidupan HMI. Sejarah mencatat bahwa HMI pernah melahirkan cendekiawan besar Nurcholish Madjid, juga banyak tokoh lainnya, dan sebaliknya kehadiran sosok Nurcholish Madjid telah memberikan warna dan nafas intelektual dalam sejarah HMI. Intelektualitas dan intelektualisme adalah pertanda hidupnya dari organisasi mahasiswa dan komunitas - komunitas terdidik.

Dalam sambutan Ketua Umum PB HMI Periode 2013 - 2015 Kakanda Muh. Arief Rosyid Hasan pada Dies Natalis HMI ke 68‚ mengatakan; “Sejarah HMI menjadi berharga karena dukungannya secara terus - menerus terhadap perkembangan bangsa Indonesia. Figur - figur besar seperti Lafran Pane, Ahmad Dahlan Ranuwihardjo, Nurcholish Madjid, atau para syahid seperti Ahmad Wahib dan Cak Munir, adalah telaga hikmah yang menyediakan teladan bagi kita semua untuk terus menyegarkan semangat dalam berjuang bagi kemajuan masyarakat. Dari mereka kita belajar, siapa mau berjuang niscaya harus bersedia menanggung kerugian kecil dan bersifat sementara untuk diri sendiri, dengan berani memusatkan perhatian pada usaha mewujudkan kebajikan bagi orang banyak. Suatu usaha yang dilandasi keyakinan bahwa tidak ada keberhasilan tanpa jerih payah, sebagaimana tidak akan ada bahagia hari raya tanpa berpuasa”.

Sudah saatnya HMI kembali mengevaluasi diri, tidak hanya bernostalgia dengan romantisme sejarah kebesaran HMI. Karena jauh kedepan tantangan zaman senantiasa berbeda. Hal inilah yang harusnya menjadi fokus perhatian HMI untuk selalu menyiapkan kader - kader intelektual dan professional yang merupakan output perkaderan HMI dengan harapan akan mampu menjawab setiap tantangan zaman”(Harian Pelita‚ Hal 19‚ Kamis‚ 27 Desember 2012). Kaderisasi ini secara umum akan menghasilkan kader - kader yang bersikap dan berperilaku kosmopolitan, yaitu seorang kader yang mempunyai wawasan dan pengetahuan yang luas, terbuka dan tidak parokialistik (berwawasan sempit dan picik) serta toleran atau sikap saling menghargai, karena sikap fanatik terhadap madzab atau golongan sendiri yang menyebabkan mundurnya suatu peradaban. Dengan sikap inklusivisme inilah akan dapat mengembalikan HMI menjadi anak umat dan bangsa.

Tantangan sebagai kader Umat dan Kader Bangsa‚ HMI terus dihadapkan dengan berbagai kompleksitas dan perubahan sosial masyarakat Indonesia. Keberagaman inilah menjadikan tantangan HMI menjadi lebih komplek pula. Mulai dari dinamika perubahan sosial‚ pemikiran‚ Ancaman baik dari internal maupun Eksternal serta pengaruh Era Globalisasi dan tantangan dunia organisasi kemahasiswaan. Disamping itu juga secara IPTEK‚ HMI harusnya telah mampu memanfaatkan Teknologi sebagai peluang untuk terus menjadikan HMI sebagai Organisasi Modern‚ Seperti penulis Kutip Statement Kakanda Akbar Tandjung “Sebaran kader-kader HMI kini kian meluas di berbagai daerah di Indonesia, yakni mencapai 600.000-an kader dengan jumlah 215 cabang se-Indonesia. Hanya saja, pendataan tentang jumlah keanggotaan baik keanggotaan kader, maupun alumni belum terdata secara valid. "Kedepan perlu adanya modernisasi dengan sistem pendataan secara online, sehingga kader-kader organisasi ini bisa terlacak secara online," (Republika News‚ Kamis , 27 April 2017, 16:35 WIB). Oleh sebab itu setiap kader HMI memiliki kewajiban menuntut ilmu dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai kunci kemajuaan dan bersedia mengamalkannya dengan ikhlas sebagai ikhtiar untuk membangun dan mengabdi pada umat, bangsa dan Negara.

Akhirnya‚ penulis sadari masih kurangnya analisa kritis untuk memadai penulisan ini‚ kepada pembaca penulis minta maaf jika ada kesalahan tutur kata yang tidak sesuai‚ namun penulis yakini bahwa ini merupakan ijtihad penulis sebagai kader HMI untuk terus berproses dalam mencapai 5 Kualitas Insan Cita‚ Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis sendiri dan juga bagi kita semua. Wallahu ‘alam..

Yakinkan Dengan Iman
Usahakan Dengan Ilmu
Sampaikan Dengan Amal...

Source : INDEPENDENSI.id