Amat
jarang para alim-ulama yang mau mengakui, bahwa wahyu-Nya diturunkan oleh
malaikat Jibril, melalui akal-pikiran para nabi-Nya, seperti disebut di dalam
kitab suci Al-Qur'an pada ayat-ayat QS.26:192-194, QS.2:97 dan QS.25:32 di
atas. Padahal juga banyak ayat-ayat Al-Qur'an, yang menyebutkan “umat yang berakal
(menggunakan akal)”, “agar umat berpikir”, “agar umat mengamati, memperhatikan,
mencermati, meneliti, mempelajari dan memahami tanda-tanda kekuasaan-Nya”, dsb.
Padahal
di lain pihaknya para jin, syaitan dan iblis seperti halnya para malaikat
(termasuk malaikat Jibril), justru setiap saat dan secara bersamaan selalu
mengikuti, mengawasi dan menjaga para nabi-Nya, pada alam batiniah ruhnya (alam
pikirannya). Hal yang persis sama juga terjadi pada setiap manusia biasa
lainnya.
"….
Dan tidak dapat mengambil pelajaran (darinya), melainkan orang-orang yang
berakal (menggunakan akalnya)." - (QS.3:7) dan (QS.13:19, QS.14:52,
QS.39:9, QS.89:5, QS.5:100, QS.11:78, QS.11:87, QS.26:28, QS.30:28, QS.39:18,
QS.12:111, QS.35:37, QS.38:29, QS.38:43, …)
"Sesungguhnya,
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang- orang yang berakal (menggunakan
akalnya),", "(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri
atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): `Ya Rabb-kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari
siksaan neraka." - (QS.3:190-191) dan (QS.20:54, QS.20:128, QS.29:35,
QS.30:24, QS.39:21, QS.45:5, QS.2:164, QS.10:24, QS.13:3-4, QS.16:67, QS.16:69,
QS.16:11-13, QS.30:21, QS.39:42, QS.45:13, …)
"Dan
tidak ada seorangpun akan beriman, kecuali dengan ijin-Nya. Dan Allah
menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya."
- (QS.10:100) dan (QS.7:179, QS.22:46, …) “…
Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, supaya kamu berpikir," -
(QS.2:219) dan (QS.2:266, QS.7:176, QS.16:44, QS.22:15, QS.34:46, QS.37:102,
QS.57:17, QS.59:21, QS.67:10, QS.2:242, QS.6:65, QS.6:151, QS.12:2, …)
“…
Maka tidakkah kamu berpikir." - (QS.2:44) dan (QS.12:109, QS.3:65,
QS.6:50, QS.7:184, QS.10:16, QS.11:51, QS.19:67, QS.30:8, QS.36:62, QS.36:68,
QS.37:138, QS.37:155, QS.6:32, QS.21:10, QS.21:67, QS.23:80, …)
"(kitab-Nya)
untuk menjadi petunjuk dan peringatan bagi orang yang berpikir." -
(QS.40:54) dan (QS.2:97, QS.3:138, …) "(Aku berlindung) dari kejahatan
(bisikan) syaitan, yang biasa bersembunyi,", "yang membisikkan
(kejahatan) ke dalam dada manusia," - (QS.114:4-5) dan (QS.7:20,
QS.20:120)
"Dan
katakanlah: `Ya Rabb-ku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan
syaitan.", "Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau, ya Rabb-ku, dari
kedatangan mereka kepadaku`. - (QS.23:97-98)
"Dan
sesungguhnya, Kami telah menciptakan manusia, dan mengetahui apa yang
dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih (dekat) kepadanya daripada urat
lehernya,", "(yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal-perbuatannya,
seorang duduk di sebelah kanan, dan yang lain duduk di sebelah kiri.",
"Tiada suatu ucapanpun yang diucapkan, melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas
yang selalu hadir." - (QS.50:16-18)
Bahwa
akal-pikiran dan keyakinan hati-nurani para nabi- Nya justru sangat berperan
dalam menilai segala bentuk bisikangodaan- ilham dari para makhluk gaib itu
(yang positif-benar-baik dan yang negatif-sesat-buruk).
Dari
segala bentuk ilham itulah, ilham yang mengandung nilai-nilai kebenaran-Nya
justru berasal dari malaikat Jibril. Dan seperti halnya pada manusia biasa
lainnya, justru akal-sehat, hatinurani dan kemauan kuat dari manusianyalah,
yang akhirnya bisa memutuskan, bahwa sebagian dari ilham-ilham itu mengandung nilai-nilai
kebenaran (kebenaran ‘relatif’ menurut manusianya), sedang sebagian lainnya
mengandung nilai-nilai kesesatan. Padahal di lain pihak, hanya ‘akal’
satu-satunya alat pada setiap manusia, yang berkemampuan untuk memilih,
mengolah, menilai ataupun memutuskan setiap informasi batiniah (termasuk segala
bentuk ilham para makhluk gaib), untuk dianggap sebagai pengetahuan. Sedangkan
segala pengetahuan tentang kebenaran ‘relatif’ pada hati-nurani setiap manusia,
yang telah membentuk keyakinannya, justru juga hasil olahan ‘akalnya’
sebelumnya. Padahal dari segi ‘zatnya’, para nabi-Nya justru ‘manusia biasa’.
Padahal Allah Yang Maha Adil mustahil berlaku ‘pilih kasih’ hanya bagi para
nabi-Nya (dalam memberikan kenabian), tanpa adanya segala usaha yang setimpal
dan amat sangat keras dari para nabi-Nya itu sendiri, untuk meraih kenabian
tersebut. "Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul
dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayat-Ku, dan
memberikan peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari (Kiamat) ini …
- (QS.6:130) "Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu, Rasul di antara
(kalangan)mu, yang membacakan ayat-ayat-Kami kepadamu dan mensucikanmu, dan
mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepadamu, apa
yang belum
kamu
ketahui." - (QS.2:151) dan (QS.2:129) "dan sesungguhnya, telah Kami
utus pemberi-pemberi peringatan (rasul-rasul) di kalangan mereka." -
(QS.37:72) dan (QS.23:32, QS.49:7, QS.38:4, QS.50:2) "Dan mereka berkata:
`Mengapa Rasul ini memakan makanan, dan berjalan di pasar-pasar (sebagaimana
manusia biasa lainnya). Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat, agar
malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia," - (QS.25:7)
dan (QS.25:20, QS.41:6) "Kami tidak mengutus sebelum kamu (Muhammad),
melainkan orang laki-laki, yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk
negeri. …” - (QS.12:109)
"Dan
bagi masing-masing mereka (jin dan manusia), (akan memperoleh) derajat, menurut
apa yang telah mereka kerjakan, dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan
atas) pekerjaan- pekerjaan mereka, sedang mereka tiada dirugikan
(dianiaya)." - (QS.46:19) dan (QS.6:132) "Barangsiapa membawa amal
yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya. Dan barangsiapa
yang membawa perbuatan yang jahat, maka dia tidak diberi pembalasan, melainkan
seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya
(dirugikan)." - (QS.6:160) dan (QS.28:84)
"Dan
terang-benderanglah bumi (padang mahsyar) dengan cahaya (keadilan) Rabb-nya.
Dan diberikanlah buku (catatan amal-perbuatan kepada masing-masing umat). Dan
didatangkanlah para nabi dan saksi-saksi, dan diberi keputusan di antara mereka
dengan adil, sedang mereka tidak dirugikan (dianiaya)." - (QS.39:69) dan
(QS.2:281, QS.3:25, QS.3:161, QS.16:111, QS.10:54, QS.17:71) Padahal para
nabi-Nya adalah orang-orang yang memang berkeinginan dan berusaha sangat keras,
untuk memahami setiap kebenaran-Nya di alam semesta, dengan mengamati,
mencermati ataupun mempelajari tanda-tanda kemuliaan dan kekuasaan-Nya. Padahal
mereka sangat banyak menyendiri, untuk bisa bertafakur memikirkan segala
kejadian di alam semesta. Juga mereka sangat banyak memiliki pengalaman batiniah-rohani-spiritual
(termasuk pengalaman berinteraksi dengan para makhluk gaib).
Sehingga para
nabi-Nya adalah orang-orang yang paling tinggi ilmu-pengetahuannya di antara
seluruh umat manusia pada jamannya masing-masing, terutama tentang berbagai
kebenaran- Nya yang paling penting, mendasar dan hakiki bagi kehidupan umat
manusia (hal-hal gaib dan batiniah). Bahkan segala proses perolehan pengetahuan
atau wahyu pada para nabi-Nya, justru telah melalui proses-proses yang amat alamiah
(melalui akal-pikiran mereka). Serta mereka juga tidak mengetahui segala
sesuatu hal, dan hanya menyampaikan hal-hal yang memang benar-benar telah bisa
dipahami oleh akalnya saja, secara relatif amat jelas, pasti dan yakin.
"Dan
Kami tidak mengutus sebelum kamu, seorang rasulpun, dan tidak (mengutus pula) seorang
nabi, melainkan apabila ia (rasul atau nabi itu) mempunyai sesuatu keinginan
(yang kuat, untuk mengetahui dan menyampaikan kebenaran-Nya). Syaitanpun memasukkan
godaan-godaan terhadap keinginan itu (namun) Allah menghilangkan apa yang dimaksud
oleh syaitan itu, (untuk melindungi rasul atau nabi itu), dan Allah menguatkan
ayat-ayat-Nya. …" - (QS.22:52)
"Sesungguhnya,
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang- orang yang berakal,", "(yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):
`Ya Rabb-kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksaan neraka." - (QS.3:190-191) dan
(QS.2:164, QS.16:11-13,QS.13:3, QS.57:17)
"Katakanlah:
`Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak
(pula) aku mengetahui yang gaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu, bahwa
aku ini malaikat. Aku tidak mengikuti, kecuali apa yang telah diwahyukan
kepadaku`. Katakanlah: `Apakah sama orang yang buta, dengan orang yang
melihat`. Maka apakah kamu tidak memikirkan( nya)." - (QS.6:50) "Dan
Kami tidak mengutus sebelum kamu (hai Muhammad), kecuali orang-orang lelaki
(para nabi), yang Kami beri wahyu kepada mereka. Maka bertanyalah kepada orang
yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui,", "(tentang) keterangan-keterangan
dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur`an, agar kamu menerangkan
kepada umat manusia, apa yang telah diturunkan kepada mereka, supaya mereka memikirkan,"
- (QS.16:44)
Maka
perbedaan antara para nabi-Nya dan manusia biasa lainnya justru hanyalah
‘perbuatan’ dan ‘hasil dari perbuatan itu’, yang telah diusahakannya masing-masing.
Bukan pada ‘zatnya’, dan bukan karena Allah telah berlaku pilih-kasih hanya
kepada para nabi-Nya. Proses diutus ataupun dipilih-Nya para nabi-Nya, justru
suatu proses yang berlangsung amat alamiah. Segala pengetahuan atau kebenaran
yang bisa dipahami oleh para nabi-Nya, pada dasarnya juga bersifat ‘relatif’.
Namun dari segala hasil usaha mereka yang amatlah keras, justru segala pengetahuan
mereka juga bersifat relatif jauh lebih ‘sempurna’, daripada segala pengetahuan
pada seluruh manusia lainnya pada jamannya masing-masing, khususnya tentang
hal-hal yang paling penting, mendasar ataupun hakiki bagi kehidupan umat
manusia (ketuhanan; penciptaan alam semesta dan tujuannya; zat ruh-ruh makhluk-Nya;
alam gaib dan alam akhirat, Hari Kiamat; dsb).
Sekali
lagi, pengetahuan para nabi-Nya tentang berbagai kebenaran-Nya disebutkan
relatif ‘sempurna’, karena relatif amat lengkap (sesuai jamannya), mendalam,
konsisten, utuh dan tidak saling bertentangan secara keseluruhannya. Sehingga
pengetahuan ‘relatif’ milik para nabi-Nya telah ‘amat dekat’, dari sebagian amat
sedikit pengetahuan ‘mutlak’ milik Allah di alam semesta. Juga para nabi-Nya
disebutkan bisa ‘amat dekat’ berada di sisi ‘Arsy-Nya (simbol tempat
tercatatnya segala pengetahuan atau kebenaran-Nya di alam semesta, bukan tempat
kedudukan ‘Zat’ Allah yang sebenarnya). Demikian pula kedekatan malaikat Jibril
yang amat cerdas itu, di sisi ‘Arsy-Nya.
"….
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi-Nya, ialah orang
yang paling bertaqwa di antara kamu.…" - (QS.49:13) "(Kedudukan)
mereka itu bertingkat-tingkat di sisi-Nya, dan Allah Maha Melihat segala apa
yang mereka kerjakan." - (QS.3:163) dan (QS.9:19, QS.8:4, QS.9:20,
QS.10:2) "…. Dan adalah dia (Musa) seorang yang mempunyai kedudukan terhormat
di sisi-Nya." - (QS.33:69) "Dan ia (Ismail) menyuruh ahlinya untuk
shalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diredhai di sisi
Rabbnya." - (QS.19:55) "Dia-lah Yang menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy, …” - (QS.57:4) "sesungguhnya
Al-Qur`an itu benar-benar firman(-Nya, yang dibawa oleh) utusan yang mulia
(Jibril),", "yang mempunyai kekuatan, dan yang mempunyai kedudukan
tinggi di sisi- Nya, Yang mempunyai `Arsy," - (QS.81:19-20)
"….
Tidak luput dari pengetahuan Rabb-mu, biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi
ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar
daripada itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh
Mahfuzh)." -
(QS.10:61)
dan (QS.22:70, QS.27:75, QS.34:3) "…, dan pada sisi Kamipun ada kitab yang
memelihara (mencatat, Lauh Mahfuzh)." - (QS.50:4) "Dan sesungguhnya,
Al-Qur`an itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah
benar-benar tinggi (nilainya), dan amat banyak mengandung hikmah." -
(QS.43:4) dan (QS.56:77-78, QS.85:21-22) Dan pada akhirnya, ajaran-ajaran agama
Islam (kitab suci Al-Qur'an dan sunnah-sunnah Nabi) pada dasarnya justru
sesuatu ‘hasil pemikiran’ Rasulullah nabi Muhammad saw, berdasarkan segala
al-Hikmah yang telah dipahami atau diperolehnya melalui perantaraan malaikat
mulia Jibril, sekaligus pula sebagai sesuatu bentuk pengajaran dan tuntunan-Nya
bagi seluruh umat manusia.